Pemerintah menjamin transaksi properti di daerah dapat berjalan tanpa adanya peraturan daerah tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sampai sejauh ini, belum semua daerah memiliki perangkat hukum untuk mengelola pajak tersebut. "Tanpa BPHTB tetap bisa dilakukan transaksi properti di berbagai daerah," kata Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa, di Jakarta, Senin (24/1).
BPHTB merupakan pajak yang harus dibayar masyarakat sebagai perolehan hak atas tanah dan bangunan yang meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. Bea ini dipungut ketika pembelian rumah ataupun tanah yang seringkali pengurusannya dilakukan oleh pengembang dan biayanya dibebankan pada biaya penjualan.
Mulai 1 Januari 2011, pemerintah pusat tidak lagi menarik bea tersebut. Berdasarkan Pasal 180 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pemerintah daerah dapat memungut BPHTB dengan syarat menerbitkan peraturan daerah yang berkaitan mengenai itu.
Menurut Suharso, selama peraturan daerah belum dibuat, pemerintah daerah tidak dapat melakukan pengutipan atau pemungutan kepada setiap masyarakat yang membeli rumah di setiap daerah. "Kalau perda tidak ada, berarti tidak bisa dikutip," kata dia.
Pemerintah daerah bakal mengalami rugi jika peraturan daerah mengenai BPHTB tidak segera dibuat. "Karena BPHTB bisa menambah Pendapatan Asli Daerah. Berarti juga menambah fiskal di daerah tersebut. Aneh kalau pemerintah daerah tidak langsung menerbitkan peraturan daerah," ujarnya.
Jika peraturan daerah dibuat lebih lama dari seharusnya, ujar Suharso, pemerintah daerah bakal mengalami rugi yang cukup besar. "Saya tidak punya angkanya. Tapi bisa dibayangkan sendiri jika setiap hari terjadi transaksi properti di setiap daerah," kata dia.
Dia menjelaskan, jika pemungutan BPHTB belum dilakukan, akta jual beli (AJB) belum bisa dikeluarkan. Untuk itu, notaris dapat mengeluarkan mekanisme perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang sesuai dengan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pengadaan Perumahan melalui Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera.
Dari segi perumahan swadaya, Deputi Bidang Perumahan Swadaya Jamil Anshari mengatakan, pemerintah pusat tidak mengalami kerugian jika peraturan daerah mengenai BPHTB belum dibuat.
Malah daerah yang mengalami rugi akan hal ini. Selain tidak mendapatkan pemasukan dari BPHTB, daerah pun tidak punya data pembelian dan penjualan rumah, terutama untuk rumah swadaya. "Tidak ada data mengenai pengalihan hak tanah," katanya.
Setidaknya 160 daerah yang telah menyiapkan peraturan daerah BPHTB atau sekitar 66,6 persen dari total penerimaan negara dari BPHTB tahun lalu yang sebesar Rp 7,3 triliun. Berarti ada sekitar 33 persen daerah yang belum memiliki peraturan daerah. Hal inilah yang menimbulkan kekhawatiran bagi para pengembang perumahan. Pengembang takut transaksi terhambat karena BPHTB yang tidak dibayarkan menyebabkan notaris tidak dapat menyetujui akta jual beli tanah dan bangunan (AJB).
[Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2011/01/24/brk,20110124-308577,id.html]
Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar