Pemerintah Provinsi Jawa Timur mewacanakan pembangunan jalur ganda kereta api dengan cara ditinggikan (double track elevated railway/DTER) untuk meredam gejolak pembangunan tol tengah Kota Surabaya.
Pembangunan tol tengah bisa ditunda dulu. Kami kini mewacanakan DTER untuk mengatasi kemacetan di Surabaya.
-- Hadi Prasetyo
"Pembangunan tol tengah bisa ditunda dulu. Kami kini mewacanakan DTER untuk mengatasi kemacetan di Surabaya," kata Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Hadi Prasetyo di Surabaya, Rabu.
Ia menegaskan DTER bukan sekadar wacana. Bahkan, beberapa pejabat dari Kementerian Perhubungan, PT Kereta Api, PT Angkasa Pura II, Administrator Bandara Juanda, TNI Angkatan Laut, dan Dinas Perhubungan Lalu Lintas Angkasa Jalan di ruang Asisten II Sekdaprov Jatim.
Dalam rapat yang berlangsung tertutup sejak Rabu pagi itu dipaparkan pembangunan DTER dari Bandara Juanda menuju Stasiun Pasar Turi. Menurut Hadi, Kementerian Perhubungan sudah menetapkan bahwa rel kereta api di Jatim nantinya berjalur ganda (double track).
"Namun, begitu masuk Kota Surabaya, jalur ganda itu harus ditinggikan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas," kata mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jatim itu. Di kawasan Bandara Juanda, rel tersebut berada masih berada di atas permukaan tanah karena kalau ditinggikan dikhawatirkan dapat mengganggu keselamatan penerbangan.
Akan tetapi, sesampainya di Aloha, rel dengan empat lajur itu sudah mulai ditinggikan hingga menuju Waru, Wonokromo, Gubeng. Dari Gubeng, rel tersebut bercabang menuju Sidotopo dan Surabaya Kota (Semut) sampai Pasar Turi. "Dari Pasar Turi sampai Babat, rel tersebut sudah berada di bawah lagi dengan jalur ganda sampai menuju Babat (Lamongan)," kata Hadi menjelaskan.
Pembangunan jalur kereta api model DTER ini berarti posisi stasiun, seperti Wonokromo, Gubeng, dan Surabaya Kota berada di atas, persis seperti stasiun-stasiun kereta api yang berada di ruas jalur Manggarai-Stasiun Kota, Jakarta.
Untuk tahap awal pembangunan, tahun ini Pemprov Jatim akan memasang tiang pancang di ruas Juanda-Aloha yang menelan anggaran sekitar Rp30 miliar. "Biaya pembangunan tiang pancang ini berasal dari APBN," katanya.
Sementara biaya untuk pembangunan DTER secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp16 triliun. "Tapi, kami masih melakukan kajian lagi," kata Hadi menambahkan. Ia mengatakan, pembangunan DTER itu tidak ada kaitannya dengan jalan tol tengah kota yang sampai saat ini masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Kota Surabaya.
"Model pembangunan DTER ini juga lebih aman karena hampir pasti tidak akan menggusur rumah warga karena lokasinya berada di lahan milik PTKA. Hanya, di Bandara Juanda saja, kami masih harus mengajukan izin kepada pihak TNI-AL sebagai pemilik lahan," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar