Menpera Suharso Monoarfa mengungkapkan, Kemenpera ke depan akan melakukan evaluasi terkait kekurangan kebutuhan (backlog) perumahan di Indonesia. Oleh karena itu, dirinya berharap setiap pemerintah provinsi di seluruh Indonesia dapat memiliki data mengenai jumalah kebutuhan rumah yang ada di daerahnya masing-masing.
Adanya kepastian data kebutuhan rumah dari setiap provinsi tentunya akan menghasilkan data jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam skala nasional. Dengan demikian, pertambahan jumlah perumahan setiap tahun bisa dipastikan
“Kami akan mengevaluasi backlog perumahan per provinsi. Kalau bisa setiap provinsi dapat memiliki data berapa jumlah kebutuhan perumahan bagi masyarakat di wilayahnya masing-masing,” ujar Menpera, Suharso Monoarfa saat memberikan pengarahan pada Rapat Kerja Kemenpera Tahun 2011 bertemakan Memantapkan Good Governance Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman di Hotel Mercure, Jakarta, Senin (17/1).
Menurut Suharso Monoarfa, adanya kepastian data kebutuhan rumah dari setiap provinsi tentunya akan menghasilkan data jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam skala nasional. Dengan demikian, pertambahan jumlah perumahan setiap tahun bisa dipastikan.
Saat ini, ungkap Suharso Monoarfa, angka kebutuhan rumah di Indonesia berkisar pada angka 7,1 juta hingga 8 juta unit rumah. Namun demikian, berdasarkan data dari Kementerian Sosial ada sekitar 22 juta unit rumah dengan kualitas rendah dan tidak layak huni. “Hal-hal terkait data perumahan inilah yang harus dipastikan dan perlu sinkronisasi. Jika data yang kita miliki keliru tentunya pelaksanaan program bisa keliru juga,” ungkapnya.
Program pengentasan kawasan kumuh di Indonesia yang terus bertambah dari 54.000 ha hingga 57.000 ha tentunya juga menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dengan segera. Jika dalam MDG’s pengentasan kawasan kumuh, termasuk di dalamnya program perumahan bagi masyarakat tidak tuntas pada tahun 2015 mendatang, maka bisa saja Indonesia dianggap sebagai negara yang tidak fokus pada masalah perumahan dan permukiman.
“Mungkin kami akan menggunakan data yang dimiliki oleh BPS dalam hal data-data terkait masalah perumahan dan permukiman layak huni. Namun demikian, sesuai UU Perumahan dan Kawasan Permukiman pemerintah daerah berhak menetapkan suatu kawasan kumuh di daerahnya masing-masing,” tandasnya.
Suharso Monoarfa menambahkan, Pemda ke depan juga harus mampu memanfaatkan BPHTP sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah. Oleh karena itu, sudah sepatutnya Pemda di setiap daerah segera membuat Peraturan Daerah terkait pengutipan BPHTB dari masyarakat.
“Apabila Perda BPHTB belum di buat maka Pemda tidak bisa mengutipnya dari mari masyarakat. Jika hal itu terjadi maka Pemda dan masyarakatlah yang akan dirugikan sebab transaksi di bidang properti akan terhenti,” imbuhnya.
Selain itu, Menpera juga meminta Pemda dapat menyediakan lahan serta bank tanah untuk kawasan perumahan dan permukiman masyarakat. Bank tanah, kata Suharso pada dasarnya dapat memperkaya ataupun menambah PAD. “Pemda yang sudah memiliki bank tanah dapat membuat obligasi daerah sehingga dapat meningkatkan PAD-nya masing-masing,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar