Kamis, 11 Agustus 2011

Sertifikasi bangunan & tanah rusun perlu dipisahkan

JAKARTA: Pemerhati perumahan menilai untuk memecah kebuntuan terkait investasi asing di sektor properti di Tanah Air perlu adanya pemisahan sertifikasi bangunan dan sertifikasi tanah pada rumah susun.

Rektor Universitas Juanda Martin R mengatakan konsep dasarnya tetap bahwa asing tidak diberikan hak kepemilikan atas tanah tetapi kepemilikan bangunan saja. Kepemilikan atas bangunan inilah yang kemudian dapat diatur dan dimasukkan ke dalam Rancangan UU Rumah Susun yang saat ini masih dalam pembahasan.

"Sertifikasi tanah dimiliki bersama oleh Perhimpunan Pemilik Rumah Susun, perhimpunan tersebut mengatur kepemilikan tanah bersama dengan perbandingan yang proporsional berdasarkan luasan. Dengan adanya pemisahan sertifikasi ini setidaknya ada 3 hal keuntungan yang diperoleh," tutur Martin saat dihubungi Bisnis, kemarin.

Adapun tiga keuntungan tersebut, lanjut Martin yakni dapat menggairahkan kembali geliat investasi asing di sektor properti Indonesia dimana hasilnya juga dapat digunakan sebagai subsidi silang pembangunan rumah murah bagi masyarakat, mengurangi penyelundupan hukum yang selama ini terjadi yakni pembelian properti oleh asing atas nama WNI dan dapat meningkatkan pendapatan negara dalam bentuk pajak barang mewah.

"Penetapan apartemen atau rusun untuk asing juga diatur pada harga minimum berada dan di daerah mana. Hak guna bangunan juga dapat diperlama menjadi 50 tahun," imbuhnya.

Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia Zulfi Syarif Koto mengatakan jika pemberian sertifikasi atas bangunan terlepas dari sertifikasi tanah dapat diterapkan, maka penjabaran UU No.28/2002 tentang Bangunan Gedung dapat digunakan sebagai payung hukum.

"Dengan adanya UU sebagai payung hukum, dapat digunakan untuk membuka peluang investasi asing di bidang properti yang sampai saat ini masih buntu," tutur Zulfi kepada Bisnis, kemarin.

Dia menambahkan dari hal tersebut juga dapat mempermudah masyarakat berpenghasilan rendah memperoleh rumah yang layak dan terjangkau khususnya melalui rusun dengan subsidi tanah dari pemerintah atau dana CSR Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau perusahaan milik asing serta peran pengadaan lahan milik pemerintah daerah.

Sementara itu pakar perumahan dan permukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) M. Jehansyah Siregar mengatakan perlu dibentuk kelembagaan di daerah/kota untuk mempermudah sekaligus mengendalikan soal kepenghunian, baik rusun untuk WNI dan WNA.

"Kalau kami lihat kebutuhan pasar asing di properti memang besar sehingga membutuhkan pola kepenghunian yang lebih mantap. Menurut kami yang bermasalah bukan pada lamanya waktu hak pakai. Sebelumnya hak pakai 25 tahun dan dapat diperpanjang, pada saat perpanjangan inilah yang prosesnya berbelit-belit dan membutuhkan waktu," tutur Jehansyah, beberapa waktu lalu.

Jehansyah menuturkan dari situlah pentingnya perlu dibentuk kelembagaan yang memiliki kewenangan untuk mengatur mengenai kepenghunian, menetapkan alokasi peruntukan asing termasuk mendata dan mengurusi perpanjangan hak pakai.

Dia menjelaskan di negara maju, peran ini awalnya dijalankan perusahaan perumahan negara yang mengelola public housing. Kemudian secara bertahap, sambungnya perusahaan perumahan nasional ini memberdayakan unit yang sama di daerah.

Sumber : www.bisnis.com/infrastruktur/properti/sertifikasi-bangunan-a-tanah-rusun-perlu-dipisahkan

Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya  :-)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar