Hal ini disampaikan oleh Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Wimboh Santoso dalam acara bincang bersama wartawan di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (26/8/2011)
"Konsumsi, kita lihat kemana larinya? Bukan membahayakan seluruhnya. Yang bahaya adalah spekulasi properti. Kalau Indonesia, penduduk banyak, pembelian rumah naik. Itu nggak apa-apa. Tapi kalau spekulasi? Karena tidak ada multiplier effect," kata Wimboh.
Kredit konsumsi hingga Juni, berdasarkan catatan BI memang telah meningkat 23,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Nilai kredit konsumsi (Januari-Juni) mencapai Rp 66,2 triliun dari total keseluruhan kredit Rp 207,9 triliun.
"Sisanya disumbang oleh kredit produktif. Dimana kredit modal kerja mencapai Rp 60,1 triliun dan kredit investasi Rp 68,5 triliun," katanya. T
ren kenaikan kredit produktif sudah cukup baik dan sesuai dengan imbauan BI. Sepanjang semester I ini, beberapa sektor yang biasa mencatat pertumbuhan negatif kini telah membaik.
Wimboh menyebut kredit perdagangan kini sudah mencapai Rp 19,3 triliun, kredit konstruksi yang telah mencapai Rp 5,6 triliun. Untuk kredit jasa dunia usaha telah mencapai Rp 22 triliun, pengangkutan Rp 9,4 triliun, listrik Rp 6,5 triliun, kredit industri Rp 24,7 triliun.
"Ini tanda bangus. Sudah on track. Tinggal menjaga momentum. Mungkin ada kekhawatiran dari business plan 56,8%. Kita yakin sampai dengan akhir tahun tumbuh agak lebih cepet," tegas Wimboh.
Pertumbuhan kredit konsumsi, lanjut Wimboh sudah hampir menyentuh ambang batas yang ditentukan bank sentral. Untuk itu penting bagi BI melakukan penelaahan lebih lanjut.
"Keseluruhan kan tumbuh, namun kita perhatikan tidak lebih dari ambang batas. Kita kaji, BI akan lihat lebih detail kredit konsumsi. Baik dari segi prudensial bank dan lembaga pengawasnya," imbuhnya.
Sumber : www.finance.detik.com/bi-ingatkan-bahaya-spekulasi-sektor-properti
Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar