JAKARTA - Pesatnya pertumbuhan sektor properti diwaspadai karena dikhawatirkan menimbulkan terjadinya gelembung (bubble). Hal ini diindikasikan dari kecenderungan kenaikan harga perumahan di sejumlah daerah.
"Pemerintah kini sedang memantau tren kenaikan harga perumahan karena dianggap sudah terjadi bubble. Contohnya saja di daerah Jakarta Barat, harga properti kok tinggi-tinggi," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di sela-sela World Economic Forum (WEF) Asia Timur di Jakarta.
Agus mengatakan,booming sektor properti di Tanah Air tidak terlepas dari derasnya aliran modal yang masuk pada masa pemulihan ekonomi pascakrisis. Pemantauan harga properti, kata dia, dilakukan untuk mencegah dampak buruk pada ekonomi Indonesia, terutama jika terjadi gejala overheating. Dia mengatakan bahwa Indonesia masih akan dimasuki modal asing, sama halnya seperti negara ekonomi berkembang lainnya seperti Brasil dan China.
Sementara itu,lembaga riset dan konsultan Cushman & Wakefield melihat, pertumbuhan sektor properti di kawasan Asia- Pasifik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi kawasan ini. Lembaga tersebut mencatat, total volume penjualan investasi properti di kawasan Asia- Pasifik selama kuartal I-2011 mencapai USD107,5 miliar, naik14 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
President & CEO Cushman Wakefield Glenn J Rufrano mengatakan, total penjualan investasi properti di kawasan Asia-Pasifik merupakan yang tertinggi dibandingkan kawasan Amerika yang hanya sekitar USD30 miliar atau kawasan Eropa,Timur Tengah, dan Afrika sekitar USD50 miliar.
"Tumbuhnya investasi di kawasan Asia-Pasifik didasari oleh pertumbuhan domestik yang kuat dan ditopang oleh kenaikan pendapatan dan pekerjaan di wilayah tersebut,"kata Glenn di Jakarta akhir pekan lalu.
Menurut dia, investasi properti komersial di Asia,Pasifik menyumbang 51 persen dari seluruh penjualan investasi properti pada 2010, sedangkan investasi properti ritel menyumbang 22 persen dan industri sekitar 11 persen.
"Investasi properti komersial merupakan sektor yang paling diminati para investor sepanjang 2010 hingga kuartal I-2011. Hal ini disebabkan oleh pemulihan harga sewa yang membaik karena didorong meningkatnya permintaan sewa dari penghuni gedung, "ujarnya.
Glenn menjelaskan, China dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencatat persentase tertinggi dalam volume penjualan investasi properti di Asia-Pasifik sebesar 71,9 persen atau sekitar USD930 juta. Posisi selanjutnya masing-masing diikuti oleh Jepang (3,6 persen), Singapura (3,5 persen), Australia (2,8 persen), Hong Kong (1,8 persen), Taiwan (1,3 persen),Thailand (1,1 persen), India (0,8 persen),Korea Selatan (0,7 persen), dan Malaysia (0,4 persen).
Sementara itu, untuk industri properti di Indonesia, Executive Director Cushman & Wakefield Indonesia Handa Sulaiman mengatakan bahwa perkembangan yang terjadi cukup lambat jika dibandingkan dengan negara lainnya di kawasan Asia-Pasifik
Hal itu antara lain akibat terkendala oleh suku bunga tinggi,infrastruktur yang belum berkembang, dan regulasi yang belum kuat, terutama soal kepemilikan asing. Akibatnya, perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia masih sedikit. "Properti sebetulnya tidak berkembang pesat, memang disebabkan satu hal yakni infrastruktur yang kurang. Banyak pembangunan sektor properti oleh asing terkendala atau investor asing enggan mengembangkan di Indonesia karena macet," kata Handa.
Meskipun demikian, lanjutnya, pasar Indonesia masih cukup menarik sebagai sasaran investasi properti jika dibandingkan dengan Singapura, Hong Kong, atau negara maju lainnya. Hal itu lantaran harga jual lahan ataupun properti masih termurah.
Terkait regulasi, Handa berharap pemerintah yang saat ini tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Rumah Susun dapat mengakomodasi kepentingan investor hingga mampu meningkatkan industri properti di Tanah Air.
Sumber : www.economy.okezone.com/bubble-properti-diwaspadai
Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar