Kebijakan pengetatan moneter diambil Beijing karena khawatir akan kenaikan angka inflasi.Terbentuknya 'gelembung' di pasar properti swasta menambah kekhawatiran pengembang bakal kesulitan mengumpulkan dana.
"Kami cenderung melihat tindakan peringkat yang lebih negatif di antara para pengembang Cina di enam hingga 12 bulan mendatang karena memperketat kondisi kredit dan kebijakan pemerintah semakin ketat cenderung menghambat penjualan sampai akhir tahun," kata Bei Fu, Direktur Standard & Poor's, dalam sebuah laporan tertulisnya, Selasa, 14 Juni 2011, kemarin.
Menurut Fu, setiap penurunan penjualan akan semakin melemahkan arus kas pengembang. Padahal, persaingan di sektor properti Cina sangat ketat.
Banyak pengembang properti Cina ditopang likuiditas dalam mengantisipasi penurunan di pasar real estate, namun hal ini telah melemahkan struktur modal mereka dan meningkatkan risiko pembiayaan kembali.
Sektor real estate telah menjadi salah satu fondasi pertumbuhan fenomenal Cina dalam dua dekade terakhir. Tahun 2009 lalu, perbankan Cina menyalurkan kredit 1,5 triliun dolar AS. Sebagian kredit Negeri Tirai Bambu itu disalurkan ke sektor properti. Harga properti akhirnya dengan cepat naik.
Desember 2009, harga properti naik 7,8 persen dari tahun sebelumnya. Tanda-tanda bakal terjadinya bubble di sektor properti yang bakal mengancam perekonomian Cina mulai terasa pertengahan tahun lalu.
Gejala ini menimbulkan kekhawatiran Pemerintah Cina bahwa harga properti telah naik terlalu cepat. Longgarnya kebijakan moneter untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi mengakibatkan guyuran kredit yang semakin deras.
Sumber : www.tempointeraktif.com/
Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar