Jumat, 05 November 2010

Tips Memilih Hunian di Jabodetabek (3)

Sudah banyak kasus calon konsumen rumah dirugikan akibat buruknya komitmen pengembang dan sering ingkarnya mereka atas janji-janji yang dulu dipaparkan saat menawarkan produk.

Seorang calon pembeli rumah sudah membayar tak kurang dari Rp.50 juta sebagai uang muka bakal rumahnya. Dalam perjalanan, lokasi calon rumahnya itu ternyata akan dilewati oleh proyek jalan tol. Ratusan orang mengalami hal yang sama dan menuntut pengembang mengembalikan uang yang sudah disetor plus bunganya. Pengembang ingkar dan kasusnya berlarut-larut.

Warga di perumahan lain juga dibuat kesal, karena janji pengembang yang akan membangun arena pusat kebugaran (sports club ) cuma tinggal janji. Belakangan malah sebuah sekolah menengah atas berdiri di atas lahan yang tadinya dijanjikan untuk arena sports club  itu. Akibatnya, lalu lintas dan ketenangan warga jadi terganggu karena munculnya sekolah baru di perumahan mereka.

Di tempat lain, seorang pembeli rumah harus marah-marah ke developer  gara-gara jalan umum yang menuju lokasi rumahnya tidak segera diperkeras sekalipun sudah banyak warga yang menghuni. Akibatnya, jalanan menuju rumah sudah layaknya sungai. Bergelombang di kala kemarau, dan menggenang di musim hujan.

Kasus-kasus semacam ini ratusan, bahkan mungkin ribuan. Hanya segelintir saja yang terekspos ke permukaan karena pada umumnya warga malas mengadukannya, atau putus asa, atau sebenarnya ingin mengadu tapi tak tahu mengadu ke mana.

Pelanggaran Komitmen Terbanyak

Kasus yang paling banyak terjadi yang mengakibatkan konsumen dirugikan adalah jadwal serah-terima kunci yang meleset dari yang sudah dijanjikan. Melesetnya pun tidak pernah lebih cepat dari jadwal. Selalu lebih lambat. Bahkan sudah menjadi sebuah kelaziman bahwa serah terima kunci seolah-olah memang harus terlambat.

Hampir tidak ada developer  yang memberikan garansi tertulis yang disertai kompensasi-kompensasi yang jelas bilamana bangunan yang sudah dibeli konsumen telat waktu penyerahan kuncinya. Betapa menariknya dan tergodanya konsumen bila ada developer  yang melakukan hal ini dan barangkali jika itu dilakukan dapat menjadi sebuah tools marketing  yang dahsyat.

Pelanggaran lain yang tak kalah banyak adalah penanganan komplain yang tidak memadai manakala ada bangunan yang cacat (retak, bocor, tidak sesuai spesifikasi yang dijanjikan, dan sebagainya). Garansi biasanya diberikan selama kurun waktu 100 hari atau 3 bulan sejak serah terima kunci.

Yang banyak terjadi, sebelum 3 bulan bangunan memang berfungsi baik, tapi setelahnya mulai muncul masalah. Masalah lain, bagaimana bila rumah diserahkan pada musim kemarau, sementara hujan yang pertama kali mengguyur setelah rumah dihuni baru baru terjadi setelah masa 100 hari itu habis.

Alangkah hebatnya dan akan menjadi sebuah sarana promosi yang hebat jika garansi terhadap kebocoran rumah misalnya, diberikan setelah rumah tersebut diterpa hujan.

Maka, calon konsumen sudah seharusnya sangat cermat memperhatikan dan mencermati komitmen yang diberikan secara tertulis maupun lisan oleh pengembang saat mereka menawarkan produknya.

Jika komitmen tertulis dengan mudah didapat, bagaimana membuktikan komitmen yang disampaikan secara lisan oleh tenaga marketing pengembang tersebut? Kita bisa memanfaatkan ponsel yang memiliki kemampuan rekam sangat memadai untuk mendokumentasikan janji-janji ini. Bisa direkam secara terbuka maupun sembunyi-sembunyi.

Namun yang lebih penting dari itu, komitmen pengembang dalam membangun sebuah kawasan atau perumahan dapat terlihat secara fisik dari infrastruktur yang disediakan di situ, sampai dengan hal-hal remeh-temeh seperti bagaimana pepohonan dirawat.

Kita bisa menilik bagaimana sarana jalan yang ada, apakah cukup luas atau cuma sedikit lebih lebar dari gang senggol. Bagaimana drainase diatur, bagaimana dan seperti apa fasilitas umum yang disediakan, juga secara mudah gampang dinilai.

Bahkan bagaimana tampilan fisik kantor pemasaran, cara karyawannya melayani konsumen, sampai dengan bagaimana pepohonan dan taman dirawat akan menunjukkan filosofi dan komitmen pengembang dalam membangun kawasan atau kompleks hunian tersebut secara keseluruhan.

Pengembang yang sekadar “menjual unit” akan berbeda dengan pengembang yang berkomitmen membangun kawasan atau menawarkan hunian nyaman yang terkonsep matang. Pengembang yang sekadar mengeruk untung akan berbeda dengan pengembang yang memiliki perspektif dan menawarkan sebuah nilai investasi bagi konsumen.

Mereka yang sekadar menjual unit umumnya tak akan memperhatikan segala sesuatu yang berada di luar kawasan. “Bagaimana sarana jalannya, bagaimana sarana transportasinya, bagaimana interaksinya dengan lingkungan sekitar, bukanlah urusan kami,” begitu kurang lebih kalau diterjemahkan.

Nah, untuk mengetahui dan mengukur komitmen semacam ini, mau tak mau konsumen harus mengeluarkan tenaga ekstra dengan melihat langsung ke lokasi, mengamati dan mencermati semua hal yang ada di sepanjang jalan menuju lokasi. Sangat mustahil mencium komitmen ini hanya dari brosur yang dicetak, apalagi kata-kata memikat dari tenaga pemasarnya yang rapi jali atau cantik rupawan.

Padahal, dengan kunjungan ke lokasi, calon konsumen akan dapat menilai komitmen pengembang tersebut, dan kemudian dapat memastikan, apakah investasi yang kita lakukan atas calon rumah tersebut akan berprospek atau ngehek.

[Sumber: http://properti.kompas.com/index.php/read/2010/11/04/16390746/Tips.Memilih.Hunian.di.Jabodetabek.3-12]


Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya  :-)


Pengen punya rumah sendiri? kini bukan hal yang susah. klik DISINI semua jadi mudah !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar