Aca Sughandy saat memberikan kesaksian di MK (foto: dok.Kemenpera)
Namun, UU ini menuai keberatan dari pengembang perumahan yang tergabung dalam Asosiasi pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi). Untuk itu, Apersi telah mengajukan sidang uji materiil atau judicial review tentang Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang PKP kepada Mahkamah Konstitusi.
Hingga saat ini proses judicial review tersebut masih belum menemukan ujung. Saksi-saksi ahli dari kedua pihak, baik pemerintah maupun Apresi pun dihadirkan untuk memberikan keterangan ahlinya. Dan pada sidang kali ini saksi ahli dihadirkan dari pihak pemerintah, yakni Aca Sugandhy.
Menurutnya standar rumah tipe 36 yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang PKP tersebut merupakan upaya pemerintah untuk memberikan standar minimal serta menjamin kepastian hukum, menjamin aspek kesehatan, sosial, lingkungan dan keseimbangan ruang gerak anggota penghuni dalam melakukan interakasi personal dan sosial.
"Rumah tipe 36 sebenarnya tidak merugikan masyarakat dan malah membantu mereka sesuai standar minimal WHO tentang luas lantai per orang serta menjamin kepastian hukum, menjamin aspek kesehatan, sosial, lingkungan dan keseimbangan ruang gerak anggota penghuninya," ujarnya saat Sidang Uji Materil (Judicial Review) tentang Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2011 oleh Apersi tentang PKP di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, yang dimuat dalam keterangan resmi Kemenpera, Selasa (17/4/2012).
Menurut mantan Ketua Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia (MP3I) itu, sesuai standar WHO tentang rumah layak huni yang sehat, ukuran luas rumah yang dibuat adalah perkiraan rata-rata jumlah orang dalam satu keluarga (keluarga inti) yang diasumsikan beranggotakan empat orang yakni suami, istri, dengan dua orang anak. Sedangkan mobilitas per orang dalam rumah adalah sembilan meter. "Jadi ketentuan luas lantai rumah tunggal minimal 36 meter persegi," tandasnya.
Sementara itu, mantan Menteri Perumahan Rakyat Yusuf Asy'ari yang juga hadir dalam sidang tersebut menyatakan bahwa sidang di MK seharusnya tidak harus membahas apakah paal yang diuji itu benar atau salah. Akan tetapi dirinya berharap hasil dari sidang di MK ini dapat memberikan hasil yang terbaik dalam program penyediaan rumah bagi masyarakat berpeghasilan rendah (MBR) di Indonesia.
"Saya merasa penetapan luas lantai per orang yang ditetapkan kurang tepat karena akan mempersulit kaum duafa memiliki rumah yang layak huni," ujarnya.
Namun demikian, dirinya menganjurkan agar program rumah inti bagi masyarakat dilanjutkan kembali. Jika peraturan ini tidak dapat diubah lagi, maka setidaknya MK bisa memberikan tenggang waktu atau masa transisi sehingga rumah tipe 36 m2 yang dibangun oleh para pengembang bisa terjual. Jika ada masa tenggang dalam pelaksanaan pasal ini, maka dikhawatirkan ada kerugian nasional di sektor perumahan.
"Saya berpendapat agar pelaksanaan pasal ini bisa ditunda minimal lima tahun. Jika dalam kurun waktu tersebut ada peningkatan kesejahteraan masyarakat tentunya pelaksanaan pasal ini bisa dilanjutkan kembali," harapnya.
Sumber : www.property.okezone.com/uji-materil-rumah-tipe-36-belum-final
Cari rumah..?? Propertykita Lebih banyak pilihanya...!!
rumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewa rumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewarumah dijual, rumah disewa, apartemen dijual ,apartemen disewa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar