
"Kawasan Puncak seharunya menjadi kawasan hutan, tapi justru banyak bangunan dan perkebunan," kata Ernan pada diskusi yang digelar Forum Jabodetabek Pusat Pengkajian, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB, di Kampus Baranangsiang, Kota Bogor, Senin (16/1/2012) kemarin.
Dekan Fakultas Pertanian IPB ini juga mengatakan, bahwa 40 persen kawasan Puncak saat ini tidak sesuai dengan tata ruang. Sejumlah kawasan tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti wilayah hutan konservasi berubah menjadi perkebunan. Sementara lahan pertanian berubah fungsi menjadi lahan perumahan, vila, dan berjenis bangunan lainnya.
"Sekitar 39 persen lahan pemukiman di wilayah Puncak tidak sesuai dengan tata ruang, begitu juga perkebunan di kawasan tersebut, 34 persennya tidak sesuai RTRW (rencana tata ruang dan wilayah)," ujarnya.
Ernan, yang juga Direktur Hubungan Internasional P4W LPPM-IPB ini menyebutkan, penyimpangan lahan terbesar terjadi pada lahan hutan lindung yang dijadikan perkebunan dengan luas lahan 900 hektare. Menyusul di peringkat kedua penyimpangan pada lahan pertanian yang dijadikan pemukiman.
"Lahan hijau yang masih tersisa saat ini hanya 36 persen atau seluas 5.200 hektare. Tapi, jumlah ini tidak cukup untuk mengkoservasi wilayah hulu Jabodetabek," katanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, lanjut Ernan, sejak 1999 hingga 2007 lahan hutan wilayah Puncak terus berkurang. Saat ini hanya tersisa 134 hektare. Ia mengatakan, dalam RTRW Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan 33 persen untuk lahan terbuka hijau.
"Wajah penyimpangan RTRW sudah sangat jelas, yaitu 70 persen permukiman di kawasan Puncak tidak sesuai dengan daya dukung," katanya.
Menurut dia, tidak sesuainya daya dukung tersebut yang menyebabkan banyak terjadinya penyimpangan. Penyimpangan itu menjadikan peluang menciptakan banjir cukup tinggi.
Namun, lanjut Ernan, penyimpangan lahan di kawasan Puncak bukan disebabkan oleh perambahan yang dilakukan masyarakat setempat. Namun, kerusakan tersebut kontribusi dari masyarakat menengah kelas atas yang tinggal di wilayah DKI Jakarta. Karena berdasarkan hasil survey pihaknya, para pemilik vila kebanyakan orang dari Jakarta.
Tidak hanya itu, penyimpangan hutan juga dilakukan perusahaan-perusahaan perkebunan. Lebih lanjut ia mengatakan, kondisi ini bila tetap dibiarkan akan menjadi ancaman besar bagi wilayah Jabodetabek.
"Apalagi sekarang sedang musim hujan. Puncak musim hujan akan terjadi Februari. Diprediksi, kondisi ini akan mengacam Jakarta, banjir bandang akan terjadi. Longsor ikut mengancam," katanya.
Ia mengatakan, faktor banjir di wilayah Jabodetabek ada di hulu dan di hilir. Oleh karena itu diperlukan perhatian semua pihak untuk mengatasi ancaman banjir dan longsor. Pembenahan di kawasan hulu sangat diperlukan mengingat wilayah Jabodetabek merupakan kawasan metropolitan terbesar di Indonesia, demikian Ernan Rustiadi.
Sumber : www.properti.kompas.com/Puncak.Makin.Rusak.Jabodetabek.yang.Terancam
Cari rumah..?? Propertykita Lebih banyak pilihanya...!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar