Demikian terungkap dalam diskusi Roundtable Session Volume 17 bertema "Pasar: Melestarikan Warisan dan Identitas", yang diselenggarakan Whiteboard Journal Internship Programme di Jakarta, Minggu (2/9/2012) sore. Dalam diskusi itu mengemuka, bahwa Jakarta justru memiliki banyak pasar tradisional yang masing-masing khusus memasok satu jenis barang.
Salah satu pembicara, Ahmad Djuhara, arsitek dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), telah mendefinisikan kembali bagaimana arsitektur, dalam lingkup kekinian, seharusnya responsif terhadap lingkungan dan ruang tempat bangunan tersebut didirikan. Ia secara tegas menentang adanya standardisasi infrastruktur pasar. Baginya, setiap pasar memiliki kebutuhannya sendiri.
"Kebutuhan tersebut seharusnya dipenuhi agar pasar tersebut menjadi nyaman, bersih, enak untuk dikunjungi, dan tentunya dapat bersaing dengan pasar-pasar modern," kata Ahmad.
Elisa Sutanudjaja, Kepala Program Direktur Rujak Center for Urban Studies (RCUS) dan pengajar di Universitas Pelita Harapan bidang konservasi bangunan menyatakan, bahwa tidak ada perubahan drastis pada pasar tradisional di Jakarta. Menurut dia, bentuk pasar tradisional yang ada di Jakarta saat ini stagnan karena masalah tata kota.
"Namun, jika terdapat indikasi di masyarakat bahwa pasar tradisional terancam eksistensinya, hal tersebut belum menjadi fakta," ujar Elisa.
Saat ini, pasar tradisional masih berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Pasar-pasar tradisional di Jakarta yang ada saat ini umumnya warisan kebudayaan secara turun-temurun dilakukan.
Sampai saat ini, menurut Elisa, ada 153 pasar tradisional berukuran besar yang dikelola oleh PD. Pasar Jaya. Jumlah pasar tradisional di Jakarta sebenarnya jauh lebih besar, karena angka ini belum termasuk pasar-pasar di lingkungan perumahan, pasar kaget, pasar malam, dan pasar non-permanen lainnya.
Untuk identitas pasar tradisional sendiri, Elisa mengakui, Jakarta memang tidak memiliki satu pasar ikonik. Wilayah Jakarta terlalu luas, sehingga jika Jakarta memiliki hanya satu pasar yang memasok berbagai macam komoditas, hal tersebut tentu tidak efisien dan justru menyulitkan.
Namun, Ahmad mengungkapkan, menyangkut identitas pasar, ada embrio bentuk pasar yang baru. Hal tersebut karena saat ini masyarakat mengenal konsep-konsep pasar seperti goods department, pasar online, toko-toko wirausahawan seperti di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
"Jangan-jangan, bentuk seperti ini yang nantinya menjadi identitas milik kita," ucap Ahmad.
Dalam diskusi tersebut juga terungkap kenyataan, bahwa eksistensi pasar tradisional sangat erat kaitannya dengan lingkungan sekitar, termasuk konsumen yang secara rutin berbelanja dan menggantungkan kebutuhannya pada pasar tersebut. Belum lagi, bangunan dan industri yang terus berkembang di sekitar pasar yang dapat menunjang, sekaligus juga menghimpit eksistensi pasar tradisional. Untuk itu, diperlukan sinergi antara pengurus pasar, konsumen, dan pihak-pihak lain di sekitar pasar.
Sumber : www.properti.kompas.com/Tak.Satu.Pasar.Pun.yang.Mencirikan.Jakarta
Cari RumahDijual Bekasi ??
Kunjungi juga rumahdijual-kelapagading.blogspot.com dan www.propertykita.com untuk lebih tau informasi rumah dan property
Tidak ada komentar:
Posting Komentar