JAKARTA. Tak diaturnya kepemilikan asing dalam Undang-undang Rumah Susun (Rusun) yang baru disahkan 18 Oktober kemarin membuat pengembang tak bersemangat. Maklum, pengembang berharap diaturnya hak asing akan mendongkrak pasar apartemen di Tanah Air.
Teguh Satria, Ketua Pembina Real Estate Indonesia (REI) mengatakan, karena UU Rusun tidak mengatur soal kepemilikan asing, mereka tidak bisa membeli apartemen di Indonesia. Padahal, jika orang asing bisa memiliki apartemen, aliran dana ekspatriat akan menumbuhkan sektor properti.
Saat ini, menurut Teguh, harga jual maupun sewa properti di Indonesia, entah apartemen, ruang perkantoran, maupun residensial relatif murah bila dibanding dengan properti di Hong Kong atau Singapura.
Menurut catatan Teguh, harga properti di Indonesia terendah di Asia Pasifik. Maklumlah, harga tanah di Hong Kong atau Singapura memang masing-masing 25 kali dan 10 kali lebih tinggi dari harga tanah di sini.
Harga tanah di Malaysia dan Thailand kabarnya jauh di atas Indonesia. Padahal, Indonesia sedang diincar oleh warga negara asing yang hendak berinvestasi di sektor properti lantaran ekonominya stabil. "Ini sebenarnya peluang meningkatkan nilai jual properti kita," kata Teguh, kemarin.
Selain itu, pemerintah juga berpeluang menarik keuntungan dari penjualan properti oleh ekspatriat. Ambil contoh penjualan apartemen seharga US$ 250.000 atau sekitar Rp 2,2 miliar per unit. Dengan pajak 40%, setidaknya pemerintah bisa memperoleh Rp 880 juta-Rp 1 miliar per unit.
Handaka Santosa, Wakil Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk juga melihat potensi besar dari kepemilikan asing di sektor properti. Hal ini seiring dengan maraknya ekspatriat yang tinggal di Indonesia untuk urusan dinas atau bisnis. "Mereka juga butuh tempat tinggal," tutur Handaka. Andai warga asing boleh memiliki apartemen, Handaka yakin ini bisa mendorong penjualan bahan material bangunan serta menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Larangan kepemilikan asing di properti menurutnya sudah tidak relevan lagi. Wong saat ini Singapura dan Australia gencar memasarkan propertinya ke Indonesia. Padahal, lahan di Singapura jauh lebih kecil ketimbang di Indonesia. "Tapi di negara kita warga asing sampai menikahi warga lokal demi memiliki properti, akhirnya menimbulkan rekayasa," kata Handaka.
Sementara itu, Direktur PT Pakuwon Jati Tbk, Stefanus Ridwan memandang, sebanyak 90% pembeli apartemen di dalam negeri merupakan warga lokal. Sementara sisanya dimiliki oleh asing dengan cara sewa jangka panjang atau rekayasa kepemilikan.
Rekayasa ini tentu tak menguntungkan pengembang. "Ini yang membuat pengembang enggan jualan ke asing. Aturan terlalu ribet, dari izin sampai pinjaman bank," tutur Stefanus.
Sumber : www.industri.kontan.co.id/Rekayasa-kepemilikan-properti-asing-justru-rugikan-pendapatan-pajak-
Cari rumah..?? Propertykita Lebih banyak pilihanya...!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar