Dengan penghasilan tersebut, tidak mungkin masyarakat membeli rumah dengan tipe minimal 36 m2, sesuai yang diamanatkan UU No 1 tahun 2011 soal Perumahan dan Pemukiman
Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) akan memperjuangkan adanya peninjauan kembali (judicial review) atas UU tersebut di Januari 2012. Usulan kongkret adalah hapuskan pasal 22 ayat 3 yang menyebut hunian derat atau susun minimal tipe 36.
"Apersi akan lakukan review, karena aturan ini tidak berpihak kepada kita. Bukan untuk pengembang tapi masyarakat," kata Ketua Apersi DPD Jakarta, Ari T. Priyono di gedung Bank Indonesia (BI), Rabu (28/12/2011).
Ia menjelaskan, regulasi setingkat UU harusnya tidak mengatur secara rinci karena implementasi akan dirangkum dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Batasan minimal bangunan 36 m2, lanjut Ari, tidak didasarkan pada kondisi di masyarakat. "Kalau bangunan 36 m2 ini rata-rata harga jual paling murah Rp 120 juta. Kalau dengan cicilan jadi Rp 1,2 juta per bulan. Mana bisa untuk masyarakat yang gajinya kecil? Kalau tipe 22 m2, masih di harga Rp 60-70 juta," tuturnya.
Saat tingkat ekonomi masyarakat meningkat, mereka juga bisa meningkatkan kualitas atau luasan hunian. "Kalau udah punya duit kan bisa beli rumah sebelahnya, atau pindah ke rumah yang lebih besar," imbuh Ari.
Rencananya ketentuan wajib hunian minimal tipe 36 akan berlaku Januari 2012. Hal ini berdasarkan UU No 1 Tahun 2011 soal perumahan pasal 22 ayat 3 berbunyi Luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam) meter persegi. Untuk implementasinya akan dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) soal Penyelenggaraan Perumahan pada Januari 2012.
Sumber : www.finance.detik.com/pengembang-ngotot-rumah-tipe-22-harus-tetap-ada
Cari rumah..?? Propertykita Lebih banyak pilihanya...!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar